Pada sebuah siang yang gerimis, keluarga kecil kami, terdiri dari Abdumar, Lilik, Nafisa, dan Nadine, berkunjung ke Pesarean Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kabupaten Malang. Tepatnya pada Selasa, 26 Desember 2023, kami memutuskan untuk menyelami sejarah dan spiritualitas di tempat ini.
Lokasi pesarean yang terletak di Jl. Pesarean, Sumbersari, Wonosari, ini bukan hanya sekadar tempat ziarah biasa. Meskipun dikenal sebagai tempat pesugihan, Pesarean Gunung Kawi memiliki makna mendalam sebagai saksi bisu perjuangan pengawal Pangeran Diponegoro dan wujud toleransi antar-etnis serta agama.
Ketika tiba sebelum waktu asyar, kami melangkah menyusuri jalan setapak menuju pesarean. Aroma kemenyan memenuhi udara, dan keramaian mulai terasa ketika sejumlah peziarah bersiap-siap untuk memanjatkan doa di tempat yang dijaga ketat oleh nilai sejarah.
Pesarean Gunung Kawi menjadi tempat istirahat terakhir bagi Eyang Jugo, atau dikenal sebagai Kiai Zakaria II, yang merupakan pengawal setia Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Sebuah joglo tertutup menjadi saksi bisu perjumpaan kami dengan makam Raden Mas Soeryo Koesoemo dan Raden Mas Iman Soedjono.
Kiai Zakaria II, setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, melanjutkan perjuangannya melalui dakwah di Kesamben, Kabupaten Blitar. Di sinilah ia berkenalan dengan Iman Soedjono, sahabat akrab dan teman perjuangan, yang kemudian berjuang bersama-sama dalam menyebarkan agama Islam.
Kisah perjuangan mereka membawa kami ke Wonosari, tempat Pesarean Gunung Kawi berdiri kokoh di lereng Gunung Kawi. Eyang Jugo dan Iman Soedjono, dua sahabat pengawal Pangeran Diponegoro, menetap di sini dan akhirnya berpulang dalam damai.
Di tengah perjalanan hidupnya, Iman Soedjono, sahabat setia Eyang Jugo, dikirim ke Wonosari untuk menyediakan tempat pemakaman. Dengan penuh kesetiaan, Iman Soedjono mempersiapkan lahan dan mendirikan pesarean di Wonosari, tempat yang kini menjadi destinasi ziarah.
Sementara beberapa masyarakat masih menganggap Pesarean Gunung Kawi sebagai tempat pesugihan, salah satu juru kunci, Raden Iwan Soeryandoko, menegaskan bahwa persepsi tersebut keliru. Menurutnya, tempat ini adalah tempat bersejarah dan penuh keberagaman.
Pesarean Gunung Kawi menjadi simbol toleransi. Meskipun terkenal sebagai tempat ziarah Islam, di kompleks ini berdiri Klenteng Kwan Im dan Mushola Kiai Zakaria II. Tempat-tempat ibadah yang berbeda ini dipisahkan oleh lapangan terbuka, menunjukkan harmoni antar-agama yang eksis di tempat ini.
Tiap 1 Muharram, Pesarean Gunung Kawi menjadi ramai dengan wisatawan. Seni ogoh-ogoh yang digelar setiap tahun menambah pesona dan keunikan tempat ini. Namun, di balik keramaian tersebut, pesan sejarah dan nilai toleransi tetap mengalir di setiap sudut Pesarean Gunung Kawi.
Sebagai peziarah, kami membawa pulang bukan hanya kenangan, tetapi juga ketenangan dan kearifan dari Pesarean Gunung Kawi. Tempat ini bukan hanya menyimpan makna perjuangan dan sejarah, tetapi juga menjadi bukti bahwa toleransi dan persatuan dapat tumbuh subur di tanah yang kaya akan warisan budaya dan spiritualitas.
Ini foto yang berhasil kami himpun saat berkunjung
0 Komentar