Di pagi yang masih malam, keluarga kecil kami memutuskan untuk melakukan kunjungan istimewa ke makam KH.Chamim Djazuli, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miek, di Kediri. Dalam kesejukan dini hari, kami merencanakan untuk tiba sebelum waktu subuh, mengejar momen ketenangan di antara doa dan zikir.
Kami berangkat dengan mobil yang penuh kehangatan keluarga. Meski mata masih terasa berat karena kantuk, semangat kami tak tergoyahkan. Sesekali, bercanda ringan dan keceriaan anak-anak kami menjadi pelipur hati di perjalanan menuju makam.
Tiba di lokasi, kami memilih memarkir mobil jauh dari keramaian, ingin memberi waktu dan ruang bagi hati untuk meresapi ketenangan yang diciptakan oleh makam ini. Dengan hati yang khidmat, kami berjalan menyusuri lorong makam yang sunyi. Cahaya lampu temaram menyinari perjalanan kami. (Ahad, 24/12/2023)
Di sana, di antara batu nisan dan hening malam, kami menemukan makam Gus Miek yang selalu dikenang dengan kebijaksanaannya. Mengutip langkah hati, kami membaca Surat Yasin sambil menyerukan tahlil. Suara ayat-ayat suci Qur'an terdengar merdu di dalam keheningan malam.
Setelah membaca Yasin, tahlil, dan doa, kami duduk bersila di dekat makam. Suasana tenang dan khidmat menyelimuti hati kami. Keluarga kecil kami, bersama-sama dalam istighosah, menyampaikan harapan, doa, dan rasa syukur.
Selesai istighosah, kami berdiri dengan hati yang penuh ketenangan. Meski perjalanan masih panjang, perasaan damai yang kami dapatkan di makam Gus Miek membawa kehangatan di setiap langkah kami. Pergulatan dengan kantuk di awal perjalanan terbayar lunas dengan kedamaian hati yang kami bawa pulang. Kami meninggalkan makam itu dengan penuh harap, keyakinan, dan rasa syukur yang tak terhingga.
0 Komentar