Mengenal Lebih Dalam Definisi Bid'ah

 

Setiap umat Islam tentu ingin melakukan amal ibadah sebanyak-banyaknya. Bahkan, tak jarang seseorang melebih-lebihkan ibadahnya dengan harapan pahala yang didapat semakin banyak. Padahal, bisa jadi yang dilakukan itu termasuk bid’ah. Apa artinya?

Bid‘ah Secara Etimologi (Bahasa) Ibnu Manzhur berkata: “Bada‘asy syai-a, yabda‘uhu bad‘an wabtada‘ahu; artinya menciptakan sesuatu atau mengawali penciptaan sesuatu. Badda‘ar rakiyyah, artinya menggali sumur dan membuatnya. Al-Badii‘u dan al-bid‘u, artinya sesuatu yang menjadi awal permulaan.

Mengutip buku Bid’ah dalam Agama oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, penyusun kamus al-Mu’jamul Wasiith mengatakan, bid'ah secara bahasa dapat diartikan sebagai yang diada-adakan dalam agama dan lainnya.  Dijelaskan juga bahwa bid’ah berarti membuat hal baru dalam agama. Atau bisa juga disebut sesuatu yang diada-adakan, baik berasal dari hawa nafsu maupun amal perbuatan.

Sementara itu, melansir situs dinkes.situbondokab.go.id, bid’ah secara syariat merupakan sesuatu yang baru yang tidak terdapat secara eksplisit atau tertulis di dalam Al Quran maupun hadits.

Dalam bukunya Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, K.H Hasyim Asy’ari menjelaskan pengertian bid’ah dengan merujuk pada kitab Uddatul Murid karya Syaikh Zaruq, bahwa bid’ah, “Secara syari’at adalah memperbarui perkara dalam agama yang menyerupai ajaran agama itu sendiri padahal bukan bagian dari agama baik bentuk maupun hakikatnya”. Dalam pengertian ini, K.H Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa bid’ah memang bukan bagian dari agama. Pengertian bid’ah ini berdasarkan hadis Nabi SAW.

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak”.

كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ

“Setiap hal yang baru adalah bid’ah”

K.H Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa perkara yang baru ini tidak bersifat mutlaq dianggap bid’ah. K.H Hasyim Asy’ari juga memahami bid’ah seperti halnya ulama sebelumnya yang berpendapat bahwa tidak setiap bid’ah itu tercela. Bid’ah yang memang benar bertentangan dengan dalil syara’ dan inilah bid’ah dlolalah yang dimaksud dalam nash  hadis. Adapun bid’ah (baca; perkara baru) yang terdapat landasan dalil syara atau ditemukan landasan kaidahnya dari para ulama salafus salih, menurutnya tidak boleh dikategorikan bid’ah, dengan cara menimbang pada enam hukum, bisa jadi bid’ah itu bersifat wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah. Jika bid’ah tersebut tidak ditemukan pada enam hukum tersebut dapat dipastikan bid’ah itu tertolak (Tafaqquh, 2019).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bid’ah adalah setiap hal, apa pun faktor pendorongnya, yang diada-adakan dalam urusan dunia ataupun agama tanpa ada dicontohkan sebelumnya, baik yang terpuji maupun yang tercela.

Ini merupakan pendapat Imam asy-Syafi‘i, al-‘Izz bin ‘Abdis Salam, al-Qarafi, al-Ghazzali dalam kitab al-Ihyaa’, Ibnul Atsir dalam kitab an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Aatsar, an-Nawawi dalam Syarh Shahiih Muslim. [Lihat Syarh Shahiih Muslim karya an-Nawawi (VI/154-155)

Pemahaman konsep bid’ah dengan menyeluruh ini mendorong kita sebagai umat Islam untuk arif dan bijak dalam menyikapi perbedaan dan tidak mudah memvonis saudara muslim lainnya dengan ahli bid’ah. Setiap yang berbeda itu tidak selamanya bid’ah,

 Disadur dari berbagai sumber

0 Komentar